Belajar Dari Kasus Pelecehan Seksual Gofar Hilman

Tresia Hoban
4 min readJun 11, 2021

--

Gofar Hilman , sumber gambar : suara.com

Ditulis Oleh : Tresia Hoban

Beberapa hari lalu jagat twitter digemparkan oleh tweet seorang wanita yang mengaku mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh public figure Gofar Hilman. Respon saya saat mengetahui hal tersebut, ya nggak heran.

Selama hampir 2 tahun saya sering menghabiskan waktu kerja sambil denger podcast Gofar Hilman. Konten favorit saya di youtube Gofar Hilman yaitu Ngobam atau ngobrol bareng musisi. Karena dia banyak mengundang musisi, dan durasinya panjang. Beberapa musisi yang pernah dia undang adalah idola saya. Yaitu Rekti Yoewono, vokalis The Sigit, Ahmad Dhani, dan musisi lainnya. Selain Ngobam akhir-akhir ini saya juga suka dengerin Ngobrak atau ngobrol ngacak.

Saya suka pada cara dia mengajak ngobrol narasumber. Bikin si narasumber nyaman dan saya sebagai pendengar juga betah dengerin. Ngga motong pembicaraan atau ngasi jokes basi atau kadang sok rame sendiri.

Saya pribadi bukan pendengar radio, dan tau Gofar hanya sebatas itu saja. Tapi dari obrolan-obrolannya selama ini. Kebayang sih gaya hidupnya kaya apa. Makanya saya nggak heran dia kena kasus ini. Karena semua hal nggak ada yang abadi atau jalan terus. Pasti ada titik henti.

Membahas Pelecehan Seksual Gofar Hilman Adalah Hal Yang Riskan

Sebenarnya saya ingin sekali menulis opini saya tentang pelecehan seksual Gofar Hilman ini dari kemarin. Namun saya ragu, karena banyak hal yang terpikir di kepala saya. Disatu sisi saya ingin mengutarakan apa yang ada di dalam pikiran saya. Namun disatu sisi, apakah sya siap dengan konsekuensi dianggap sebagai orang yang tidak berempati. Karena mungkin ada pendapat saya yang mungkin berbeda dengan orang-orang lain. Tapi bukankah segala sesuatu tidak harus selalu jadi seragam dengan orang lain. Termasuk tentang pendapat dan pandangan saya tentang kasus ini.

Sebelumnya, saya nggak mau ikut ‘melempari batu’ sang pelaku. Karena mengacu pada beberapa kasus viral yang berujung prank se-Indonesia. Sebut saja kasus #JusticeForAudrey.

Jadi ada baiknya kasus ini diproses dan dibuktikan secara hukum. Supaya benar-benar valid kebenaran siapa yang salah dan siapa yang benarnya.

Karena bagaimanapun ada hal yang menurut saya janggal dan logika saya nggak bisa menerimanya begitu saja. Bagaimana bisa ketika seseorang merasa dilecehkan. Orang tersebut membuat tweet dengan caption “bebe”

https://twitter.com/quweenjojo/status/1402292759604600834

secara logika walaupun kejadian pelecehan ini cepet banget. Tapi memberi caption “bebe” kepada seseorang yang dianggap sudah melecehkan secara seksual. Kayaknya berat banget aja. Jangankan mungkin memberi caption “bebe” apalagi sampai menayangkan konten bersama orang yang dianggap memberi kenangan buruk selama 24 jam di instagram story. Kayaknya hal yang mungkin sulit untuk dilakukan.

Jangankan mungkin buat mempublish videonya di IG Story selama 24 jam. Mungkin kalau saya ada diposisi mbak tersebut. Saya tidak akan mempublish hal apapun bersama orang tersebut. Saya nggak akan peduli dia public figure sekalipun. Saya akan jijik sejijiknya. Bayangin aja, kita nih cewek, di cat calling aja jijik. Apalagi dilecehkan di depan umum. Mungkin saya akan menyimpan video tersebut sebagai bukti yang akan saya publikasikan suatu saat nanti. Namun saya tidak akan pernah memberikan caption “bebe” dan membiarkannya bertahan 24 jam. Karena orang tersebut pernah merendahkan saya serendah-rendahnya sebagai perempuan.

Karena caption tersebut akan menimbulkan banyak spekulasi. Meskipun mungkin banyak dukungan. Tapi ada juga orang yang logikanya nggak menerima ketika melihat caption itu. Bukan karena nggak bersimpati kepada korban pelecehan. Tapi kepada “are you sure?” “ini lo serius?” Karena ini bukan kasus pelecehan seksual Han Yeseul di Law School. Yang berada dalam satu hubungan dan salah satu pihak ditekan.

Segala Sesuatu Ada Masanya

Lepas dari semuanya mbak Nyelaras adalah satu dari segelintir wanita yang berani speak up tentang pelecehan seksual. Lepas dari pro kontra kasusnya.

Wanita bukan objek seksualitas. Siapapun nggak bisa sembarangan memperlakukan perempuan. Pelecehan emang bukan soal pakaian, soal penampilan perempuan. Makanya kenapa kadang ya perempuan harus berani. Harus berani mempertahankan dirinya dan harus bisa tegas supaya tidak disemena-menakan.

Gila sih emang, cat calling aja tuh udah nyebelin setengah mati. Apalagi dilecehkan ditempat umum.

Untuk Gofar Hilman, segala sesuatu ya ada masanya. Mungkin hidup berkata cukup untuk celap-celup sembarangan. Untuk narsis kalo semua cewek “sange” sama kamu. Nggak gitu konsepnya.

Bener sih peribahasa yang bilang, seperti membangun diatas pasir. Nggak ada hal buruk yang bisa benar-benar kekal didunia ini. Untuk membuktikan kalau sebaik-baiknya ya manusia emang harus mengejar hidup yang bener.

Mungkin dia nggak ditegor lewat HIV atau sipilis dan penyakit menular seksual lainnya. Atau azab kubur kaya FTV azab Indosiar. Tapi kasus ini adalah peringatan keras. Apalagi kalau misalnya kebenaran sesungguhnya setelah proses hukum dilakukan adalah benar-benar milik si korban.

Ini adalah peringatan keras.

peringatan untuk nggak sembarangan ama seseorang.

peringatan untuk nggak menganggap semua wanita murah hanya karena kamu dengan mudah bisa meniduri seseorang yang kamu mau.

ini adalah peringatan keras yang bisa jadi akhir dari karir yang selama ini dibangun bahkan bisa memutus rejeki.

berapa banyak kontrak yang batal, atau kerugian-kerugian materi dan mental. yah emang nggak boleh mendirikan rumah diatas istana pasir.

nggak boleh juga sembarangan di era digital. bisa jadi boomerang untuk diri sendiri. Pokoknya kalo dari saya, sebagai salah satu penikmat konten podcast Gofar. Saya sangat menunggu Gofar untuk menyelesaikan permasalahan ini melalui jalur hukum atau melalui jalur lain yang sekiranya fair. Kaya sistem damai kekeluargaan misalnya.

Ya gimana, sepandai-pandainya tupai melompat jatuh juga. Kalau memang apa yang dilakukan memang salah menurut nilai dan norma yang berlaku. Pasti akan ada waktu ‘ketangkep’ juga kesalahannya.

Ditunggu lagi konten-konten selanjutnya untuk menemani hari-hari kerja.

--

--