Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Bermedia Sosial Tentang Perang Israel-Palestina

Tresia Hoban
4 min readNov 5, 2023

--

Perang Palestina-Israel berdampak di berbagai kehidupan aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial. Pengaruh agama dan kemanusiaan sangat memiliki pengaruh besar dalam membentuk pola pikir dan sikap seseorang. Lantas, bagaimana sikap tepat yang harus diambil agar tidak merusak silaturahmi dan tetap aman dalam bermedia sosial atau melakukan sosialisasi langsung dalam kehidupan bermasyarakat?

Bom Meletus di Gaza (BBC 11 Oktober 2023)

Mari membahas kembali perang Palestina-Israel. Wah di media sosial saya sangat ramai teman-teman yang melakukan dukungan terhadap Palestina atau Israel. Apakah ini salah? Tentu tidak, ada alasan kuat dan mungkin lebih dari sekedar ikut-ikutan yang membuat mereka mampu menentukan sikap dan tindakan. Mulai dari share post dukungan hingga penggalangan dana kepedulian untuk korban perang.

Mengapa perang ini berdampak kepada timbulnya rasa kepedulian sangat masif? Tentu saja salah satu alasannya adalah karena adanya rasa persaudaraan dan kemanusiaan. Persaudaraan karena kesamaan agama dan keyakinan tertentu juga rasa empati atas penderitaan yang dirasakan manusia lain.

Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Bersosial Media Tentang Perang Israel dan Palestina.

Timbulnya rasa kepedulian dan empati tentu saja adalah hal yang positif. Namun, hendaknya rasa peduli dan empati juga perlu di manage dengan bijak. Karena bisa jadi akan menimbulkan perpecahan dan masalah baru. Berikut ini adalah hal yang perlu diperhatikan saat bermedia sosial dan membahas tentang Perang Israel dan Palestina.

  1. Cek Fakta Yang Benar di Lapangan
Ilustrasi cek fakta pada berita yang dibaca (medcom.id)

Salah satu hoax yang menurut saya paling besar dari dampak perang Israel-Palestina. Adalah berita hoax tentang dicabutnya kemerdekaan Malaysia oleh Inggris. Yang beredar dalam video berdurasi 73 detik. Akibat Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim mendukung Palestina.

Dilansir dari Kompas.com tanggal 31 Oktober 2023, Narasi soal Inggris mencabut kemerdekaan Malaysia karena pro-Palestina merupakan hoaks. Malaysia merupakan negara merdeka yang independensinya tidak dapat dicabut oleh negara lain, termasuk Inggris. Klip yang dipakai dalam video tidak ada kaitannya dengan judul dan narasi yang dibacakan narator.

Cukup mengerikan bukan? Jika tidak di cek fakta kembali, berapa banyak orang yang akan tersulut amarahnya akibat termakan berita HOAX ini. Selain itu masih banyak video-video hoax amatir yang bisa kita temukan di Youtube, Social Media dan mungkin grup-grup Whatsapp.

Untuk memastikan berita, foto atau video tersebut sebenarnya Hoax atau bukan. Anda bisa mengecek kebenaran berita pada situs-situs berita yang terpercaya. Biasanya jika kanal berita terpercaya ikut memberitakan berita, foto atau memuat video tersebut. Maka bisa dipastikan berita tersebut akurat. Selain itu perhatikan juga nama situs, nama akun penyebar berita, atau kualitas kontennya.

Di Indonesia masih banyak juga orang-orang yang masih bisa termakan konten-konten amatir penyebar berita bohong.

2. Jangan Bereaksi Terlalu Berlebihan Dalam Menanggapi Sebuah Berita atau Status.

Menahan diri adalah salah satu cara yang mungkin tepat untuk menjaga diri tetap aman dan damai di social media atau kehidupan sehari-hari. Walau mungkin anda merasa pendapat atau pemikiran anda benar. Hindarilah untuk bereaksi berlebihan pada konten atau status yang tidak sesuai dengan pemikiran dan pandangan anda.

Mengingat dampak perang Israel-Palestina ini sangat sensitif terutama dalam kehidupan sosial dan keagamaan. Permasalahan ini bobotnya hampir mirip konflik pendukung dua kubu capres di tahun 2019. Malah mungkin lebih parah karena dapat bereaksi pada pemblokiran atau penyerangan secara massal. Sebut saja salah satunya masalah beberapa public figur Indonesia yang ketahuan melakukan likes pada postingan Gal Gadot tentang “I Stand With Israel”

Artis Indonesia memberikan likes untuk post I Stand With Israel milik Gal Gadot

Selain itu tindakan boikot terhadap beberapa brand-brand besar yang secara terang-terangan mendukung Israel dalam perang melawan Palestina, seperti MCD, Unilever, dan diperkirakan ada sekitar 153 yang akan di boikot. Ini adalah dampak dari gerakan Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS) Movement. Yang merupakan salah satu bentuk gerakan protes keras dari serangan Israel ke Palestina. Dan hal ini hampir terjadi di seluruh dunia.

Ditambah lagi dengan serangan-serangan personal yang terjadi pada kedua belah pendukung kubu. Baik melalui social media maupun melalui interaksi sosial langsung. Bahkan orang serumah saja bisa terpecah belah akibat masalah ini. Menahan diri adalah cara terbaik untuk menghidari konflik-konflik yang kemungkinan terjadi akibat perbedaan pendapat. Jika tidak diperlukan dan merasa lawan bicara tidak memiliki pandangan yang sama dengan anda rasanya tidak perlu membahas hal ini dalam obrolan sehari-hari.

Opini Saya Tentang Bersikap Netral Terhadap Perang Palestina — Israel

Saya pribadi memilih mengambil sikap netral terhadap perang ini. Menurut pandangan saya, kedua belah pihak sama-sama sakit dan menderita akibat dampak dari perang ini. Terutama rakyat sipil, hewan dan tumbuhan yang hidup di daerah perang.

Perang hanya menguntungkan bagi segelintir orang, sisanya adalah penderitaan. Tidak pernah ada kebahagiaan dalam sebuah perang. Yang ada hanyalah kesedihan dan penderitaan. Saya tidak masalah dengan status atau perkataan orang-orang bahwa bersikap netral pun tidak akan menolong terutama di akhirat.

Saya tidak berada dalam keyakinan itu, sehingga saya merasa tidak perlu terpengaruh. Akhirat adalah masa depan dan misteri, jika saya terlahir dalam alam sengsara semua terjadi karena karma saya sendiri. Kalaupun saya tidak memihak, saya pun punya alasan untuk tidak membenci pihak manapun. Namun, mengapa kita harus ikut mengutuk atas dasar takut pada akhirat? Pertanyaan itu terus menerus ada di benak saya.

Mengapa saya harus memiliki alasan untuk membenci?

Apakah saya salah dengan bersikap netral. Bersikap netral bukan berarti tidak peduli bukan?

Mengapa, jika ini memang peperagan yang berasal dari “janji Tuhan”, maka harus banyak nyawa yang terbunuh. Sedangkan dalam semua kitab suci samawi, hal yang paling dilarang adalah membunuh.

Bukankah ini adalah sebuah standar ganda?

--

--